Tanggapan terhadap revolusi teknologi
Penggunaan teknologi terbaru di jaman sekarang sangat mudah dirasakan oleh seluruh belahan dunia. Memegang kendali atas teknologi bisa diibaratkan dengan memegang kendali atas dunia. Negara berlomba-lomba dalam berinvestasi dalam perkembangan teknologi. Persaingan di tingkat individual, terutama di kota-kota besar semakin ketat. Orang berlomba-lomba untuk memenuhi standar sumber daya manusia yang sudah mulai berganti; dari tenaga kerja kasar menuju ke keterampilan menggunakan teknologi. Andrew Keen, penulis buku The internet is not the answer, menyatakan bahwa bukanlah aneh bila 30-40 tahun kedepan profesi seperti supir dan pilot akan digantikan sepenuhnya oleh mesin. Kedatangan era digital merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Gambar 1. Anonymus street art
(www.pinterest.com)
Sayangnya, tidak semua orang bisa mengikuti tuntutan teknologi ini. Ibarat lomba lari, ada yang melesat jauh namun ada yang tertinggal. Mereka yang tidak bisa beradaptasi akan tertinggal. Rasa kesepian mulai menyelimuti sebagian lapisan masyarakat. Individualitas menjauhkan mereka yang dekat. Hal ini mulai menimbulkan pertanyaan: Apakah kita sedang berjalan maju, atau berjalan mundur? ” For the first time in human history, more people die from eating too much, than from eating too little; More people die from old age than from infectious disease; and more people die from committing suicide, than from crime, terrorism, and war put together “
“Which is a good thing, of course. So, from all the people in the world, you are most likely to be killed… by yourself” – Yuval Noah Harari Pernyataan diatas disebutkan oleh seorang sejarawan pada salah satu seminar TEDTalks, Yuval Harari yang berpendapat bahwa manusia sedang bergerak ke sebuah masa depan dimana semua orang berlomba-lomba mendahului satu sama lain. Krisis identitas mulai dirasakan sebagian dari lapisan masyarakat, tantangan terbesar manusia terdapat pada kemampuan mempertahankan value ditengah panasnya persaingan. Dalam buku The Death of Drawing: Architecture in the Age of Simulation, David Scheer membahas berubahnya penyajian desain arsitektur dari representasi (dengan media gambar tangan) ke simulasi (media digital). Menurut David Scheer, perancangan dengan gambar tangan merekatkan mata, pikiran, dan tangan sehingga menjadikan tubuh sebagai the center of experience. Teknologi komputasi perancangan berbasis BIM mempermudah perkiraan waktu dan harga dalam konstruksi suatu bangunan. Namun, dengan teknologi yang canggih, para kontraktor bisa memodifikasi desain sehingga harga yang dikeluarkan akan jauh lebih murah. Tuntutan pemilik bangunan berubah menjadi high performance, low cost building. Hal ini mempengaruhi desain arsitektur yang semakin kurang dekoratif. Mental consciousness is as important as mental intelligent “Design creates culture, culture shapes values, values determine the future” –
Robert L.Peters Gambar 2. Carlos Scarpa- Brion Tomb
(www.flickr.com) Walaupun perkembangan teknologi komputasi jelas membantu rancangan, namun ditengah cepatnya pembangunan, apakah semua proyek memiliki value yang cukup tinggi? Ketatnya persaingan dalam masyarakat menyebabkan tuntutan terhadap suatu proyek menjadi sangat tinggi. Efisiensi waktu, material, serta harga diutamakan sehingga terkadang aspek desain yang sifatnya dekoratif terpaksa ditinggalkan. David Scheer mengatakan bahwa kita perlu menguasai berbagai alat yang tersedia untuk kita (dalam merancang), namun kita juga perlu cermat dalam mengutamakan desain suatu bangunan ketimbang hanya mempertimbangkan performa. Seperti bagaimana Frank Gehry memodifikasi fasad bangunannya sehingga bangunan itu tidak semata-mata produk teknologi komputasi, namun juga sebagai buah pikiran dan identitas sang arsitek. Gambar 3. Frank Gehry- 8th Spruce Street tower
(s-media-cache-ak0.pinimg.com) 8th Spruce Street tower adalah sebuah bangunan residensial yang juga berfungsi sebagai sekolah, rumah sakit, dan ruang publik. Tingginya 265 meter dan fasadnya menggunakan material stainless steel yang dibentuk sehingga merefleksikan cahaya matahari dari berbagai sudut. Dalam kurun waktu sehari, bangunan ini seperti spektrum warna yang bisa merefleksikan warna emas, biru, dan merah muda. Dengan julukannya sebagai New York by Gehry 8th Spruce Street tower telah membawa suasana yang baru kepada bangunan Manhattan. Selain penggunaan teknologi yang rumit, estetika bangunan ini membawa tekstur yang dinamis terhadap skyline Kota Manhattan. “Mr. Gehry’s design is about bringing that same sensibility — the focus on refined textures, the cultivation of a sense that something has been shaped by a human hand — to the digital age” – Nicolai Ouroussoff Sebuah desain adalah produk dari buah pikiran manusia, sedangkan teknologi hanyalah sebagai media dalam perwujudan desain. Tanpa mengabaikan tuntutan efisiensi dan performa bangunan, seorang arsitek sebagai seorang manusia harus tetap menemukan identitas dirinya ditengah hangatnya kompetisi dan krisis identitas. (BJ) |
Leave A Comment